Rasanya sedikit pahit, namun bisa membuat penikmatnya kecanduan. Sehari saja tidak menenggak Ayi Kawo, kepala pusing. Kabupaten Kerinci. Bagi pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu, Ayi Kawo wajib ada di daftar menu hariannya.
Penikmat Ayi Kawo tidak terbatas di kalangan petani, tapi juga pejabat. Bupati kerinci, H Murasman, misalnya dikenal sebagai penikmat Ayi Kawo. Ia tidak segan-segan menikmati minuman tradisional itu yang disuguhkan warga yang dikunjunginya. Seiring dengan banyaknya warga kerinci mengadu nasib ke Negara tetangga Malaysia, penikmat Ayi Kawo menyebar ke negri jiran itu. Mereka selalu meminta keluarganya mengirimkan Ayi Kawo, karena disana tidak ada minuman tersebut. Turis asing yang mampir ke kerinci juga mulai menikmati minuman tradisonal itu.
Minuman ini akan lebih terasa nikmat bila disajikan secara tradisonal, yakni dengan memasukkan daun kopi yang telah diasapi dan diremas-remas dengan tangan, kedalam tabung bamboo sebagai pengganti cerek dengan saringan serabut yang diambil dari pohon aren (ijuk). Sedangkan cangkirnya terbuat dari balok kelapa yang dibersihkan, yang dalam bahasa kerinci disebut sayak. Proses pembuatannya gampang-gampang susah.
Daun kopi yang sudah dipetik dijepit dengan menggunakan tangkai bamboo, setelah itu diasapi di atas bara api, lalu daun yang sudah kering itu, dihaluskan dengan cara meremas di tangan , lantas diseduh dengan air panas. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membuat minuman ini dengan rasa yang lebih enak. Beda sedikit saja cara mengasapinya maka rasanya pun akan ikut berbeda. kini hanya tinggal beberapa orang saja warga yang masih bisa membuat Ayi Kawo. Bahkan untuk mengasapinya saja banyak yang tidak bisa.
Generasi muda sekarang malas belajar. Kebanyakan penikmat Ayi Kawo hanya tinggal minum saja, dengan memintanya kepada warga yang membuat minuman tersebut. Padahal untuk membuatnya perlu takaran yang pas, antara jumlah air dengan serbuk daun kopi yang digunakan.
Tidak ada yang tahu persis kapan minuman ini mulai digandrungi warga kerinci. Namun menurut seorang warga, Amir minuman ini sudah ada sejak nenek moyang mereka. Bahkan ia mengatakan sudah digemari sejak ratusan tahun lalu. Kini untuk mendapatkan Ayi Kawo tidak segampang seperti sepuluh tahun lalu.
Daun kopi sebagai bahan baku utama semakin sulit didapatkan, karena banyak petani yang merambah pohon kopi setelah komoditi itu anjlok. Bahkan, daun kopi saat ini sudah mulai diperjualbelikan baik yang masih basah maupun yang sudah siap diseduh menjadi Ayi Kawo.
Sumber : Infokhatulistiwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar